Bila Enkau Hidup Hari ini, Jangan Menunggu Hari Esok Untuk Beribadah, Karena ajal/kematian Akan Memjemputmu Kapan saja, Tanpa Disangka-sangka

Kamis, 12 Januari 2012

Hidup dan Filosofi Bola

Dalam kesempatan sebuah seminar, satu pertanyan menarik pernah dilontarkan oleh Kamaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidatullah Jakarta) kepada para audien, mengapa para pemain bola ketika sedang bermain tidak pernah menggunakan handphone untuk menghubungi orang lain atau bermain-main dengan Short Message Service (SMS)? Mereka justru  begitu bersemangat bekerja sama, berlari mengejar bola, membawa, mengoper atau menerima bola lalu mengarahkan dan menggiringnya ke jala lawan. Sang Penjaga gawang sekalipun meski bola jauh dari area pertahanannya, tetap fokus memperhatikan ke arah mana bola dibawa oleh para pemain. Semua ini mereka lakukan hanya semata untuk meraih prestasi terbaik dalam profesi mereka.

Mendengar pertanyaan seperti ini peserta seminar hanya terdiam, lalu Kamaruddin menjawab sendiri pertanyaannya, bahwa semua itu terjadi disebabkan “waktu terbatas”. Menurutnya jika permainan bola itu waktunya lama misalnya sampai dua hari, mungkin ada pemain yang santai, bermain-main SMS atau melakukan hal lainnya.  

Keterbatasan waktu membuat mereka berlomba-lomba membuat prestasi, apalagi jika permainan sudah memasuki injury time, permainan tambah seru. Kedua klub yang bertanding meningkatkan pola permainannya baik menyerang maupun bertahan, seakan-akan tidak ingin kehilangan waktu meski satu detik. Mereka memiliki keyakinan dengan melihat sejumlah fakta di lapangan, bahwa tidak jarang terjadi gol (prestasi) justru di saat-saat menjelang akhir pertandingan (injury time).

Filosofi permainan bola seperti digambarkan di atas tidak jauh berbeda dengan drama kehidupan anak manusia. Jika kesadaran manusia tumbuh bahwa hidup ini begitu singkat dan waktu yang diberikan Tuhan sangat terbatas, maka tidak ada manusia yang mencoba-coba menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan.  Akan tetapi, masih banyak manusia yang tidak menyadari hal ini, sehingga kehidupan mereka tampak santai, tidak berbuat banyak untuk kemaslahatan dan begitu banyak waktu yang terbuang hanya untuk pekerjaan yang tidak bermanfaat.  

Tokoh Spiderman dari Prancis yang sukses menaklukkan gedung pencakar langit tertinggi di Dubai ditanya oleh wartawan, apakah dia tidak takut jatuh lalu meninggal? Dia menjawab bahwa  ia tidak pernah merasa takut dengan menaiki gedung-gedung tinggi tersebut. Namun menurut pengakuannya yang paling ditakutinya dalam hidup adalah ketika waktu terbuang sia-sia dalam kehidupannya.

Hari Jumat 18 Maret 2011, Jepang digoncang oleh gempa tektonik berkekuatan 8,9 scala richter. Banyak bangunan yang rubuh dan porak poranda akibat gempa. Beberapa saat setelah  gempa, gelombang tsunami pun menerjang menyapu daratan Jepang, meluluh lantakkan semua bangunan yang diterjang oleh gelombang dahsyat tersebut. Musibah ini menyebabkan tidak kurang dari sepuluh ribu  jiwa melayang, dan puluhan ribu lainnya hilang.

Akibatnya banyak masyarakat kelaparan, kehilangan tempat tinggal, kekurangan air bersih, pakaian dan selimut. Meski sudah mengalami nasib tragis seperti itu, tampaknya badai bencana belum berakhir. Dua hari kemudian, dua reaktor nuklir pembangkit listrik meledak dan ini mengakibatkan timbulnya radiasi yang sangat membahayakan kehidupan.

Uniknya, menurut laporan yang dapat dipercaya, meski mengalami kondisi seperti itu, tidak pernah sekalipun terjadi penjarahan di kota di mana musibah tersebut terjadi. Toko-toko/kedai tetap buka bahkan pemiliknya  menurunkan harga di bawah harga standar. Demikian pula, meski mereka kelaparan, kekurangan makanan, air bersih, selimut dan tempat tinggal, mereka dengan sabar dan antri berdiri satu persatu di dalam sebuah barisan yang begitu rapi hanya untuk mendapatkan jatah makanan dan air bersih dan selimut dari para petugas dan relawan yang datang. Bahkan pemerintah Jepang sebagaimana dilaporkan oleh sejumlah media baik asing maupun dalam negeri, berjanji tidak akan mengurangi atau menghapuskan bantuannya ke Indonesia meski mereka pun sedang berada dalam kesulitan.

Sebagian relawan yang datang ke sana menanyakan, apa gerangan yang menyebabkan orang Jepang memiliki komitmen dengan prinsip kehidupan seperti itu. Mereka menjawab; ”waktu terbatas.” Mereka  belajar kehidupan dari filosofi bunga Sakura, bunga yang hanya hidup sekali dalam satu tahun yaitu seminggu selama bulan April. Akan tetapi, di saat bunga Sakura merekah selama seminggu itu, orang-orang senang melihat, mendekat dan menciumnya. Bunga Sakura memberikan rona-rona keindahan bagi yang melihatnya, menaburkan kesejukan bagi yang mendekatinya dan menebarkan aroma indah bagi yang menciumnya. Bunga Sakura mewarnai falsafah hidup orang Jepang, meski hidup bunga Sakura singkat   tetapi selalu memberikan yang baik dan terbaik kepada orang lain. Falsafah Sakura inilah yang tercermin dalam kehidupan mereka. Karena sadar hidup tidak lama, maka tiada waktu yang terlewat kecuali untuk berkarya berbuat kebaikan dan membangun peradaban.

Kenyataan semacam ini justru sangat kontras dan jauh berbeda dengan kondisi bangsa Indonesia. Ketika perut sudah tidak dapat dikendalikan lagi, maka  penjarahan pun terjadi. Setiap ada kegiatan pembagian sembako atau pembagian zakat dari orang kaya, biasanya juga terdengar adanya korban akibat berebut dan  terinjak-injak ketiga mengambil jatah sembako. Ketika masyarakat mengalami musibah akibat bencana alam, para pemilik toko/kedai memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Akibatnya harga-harga juga merangkak naik.

Pandangan Islam

Karena waktu terbatas, maka Islam mengajarkan kepada manusia untuk menghargai waktu yang Tuhan berikan dalam kehidupan. Agama menyuruh kita untuk mengisi waktu dengan etos kerja yang bermanfaat (amal saleh). Dalam Islam setiap manusia diberikan kebebasan untuk berusaha dan bekerja sebaik-baiknya untuk kepentingan kehidupan baik secara individu maupun masyarakat (jemaah). Tetapi di samping menekankan hak dan kebebasan individu, Islam juga sangat mementingkan semangat kebersamaan, karena itu setiap individu harus mengeola kegiatan-kegiatan kehidupannya atas semangat kebersamaan, dan tolong-menolong. Islam tidak menyukai semangat kompetensi yang tidak sehat dan tidak bermartabat.

Muslim yang baik dan sadar dengan kehidupan yang waktunya sangat terbatas ini tidak akan menanamkan semangat pertarungan bebas dengan mengorbankan kebersamaan. Sebaliknya dia akan memegang teguh prinsip kehidupan seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin kerja sama, tolong-menolong, kasih sayang dan peduli sebagai sebuah cara menjadikan kehidupan agar lebih berperadaban.

Fes, Maroko, Afrika Utara, Januari 2012

Sukmahadi (Mahasiswa  Univ. Sidi Mohammed Ben Abdellah Maroko)

Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More